Kota Unaaha, ibukota Kabupaten Konawe, merupakan salah satu kota kecil di jazirah tenggara pulau Sulawesi yang hingga saat ini masih sedang berbenah untuk menggapai harapan salah satu kota dengan tingkat kemajuan yang pesat seperti halnya kota-kota lain di Indonesia. Ditetapkan pertama kali sebagai ibukota Kabupaten Konawe pada tahun 1985, Unaaha telah menjadi salah pusat kegiatan pemerintahan dan roda perekonomian di jalur lalu lintas utama perdagangan Selatan – Tenggara.
Terkadang, oleh banyak kalangan, Unaaha dikenal sebagai kota transit, yakni tempat persinggahan para saudagar, pengusaha dan kelompok sosial lain yang memiliki tradisi bolak balik dari Kendari, Kolaka dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Secara administratif, belum ada batas-batas jelas yang menandai landmark kawasan perkotaan di Unaaha. Namun, selama ini, wilayah yang sering disebut sebagai kawasan kota Unaaha mencakup wilayah Kecamatan Wawotobi di bagian timur hingga ke wilayah Kecamatan Unaaha di bagian barat. Kedua kecamatan ini secara administratif membawahi sejumlah wilayah setingkat kelurahan sebanyak 25 unit kelurahan.
Untuk dapat sampai ke sana, jarak yang ditempuh dengan jalan darat selama 1 jam dari Kota Kendari.
Pertanian
Daerah ini termasuk lumbung beras Sulawesi Tenggara. Sentra padi di Kendari meliputi ibu kota kabupaten Unaaha, Wawotobi, dan Pondidaha. Dari total produksi Kabupaten Kendari, sekitar 70 persennya dipasok dari Kota Unaaha. Keunggulan kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Sultra ini di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, terbukti pada jumlah produksi padi yang angkanya jauh di atas kabupaten/kota lain di Provinsi Sultra.http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Unaaha
Tari LULO dan MOTAMBE khas suku TOLAKI
Mengenakan busana tradisional berwarna kuning menyala, dilengkapi selendang biru, dan ikat kepala merah, serta aksesoris kalung etnik. Para penari wanita muda dan cantik ini berlenggak-lenggok atraktif dan kadang gemulai mengikuti irama musik. Tarian itu kerap disuguhkan di berbagai acara khusus untuk menerima atau menjemput tamu kehormatan.Soal seni budaya, Kota Kendari pun tak kalah dengan daerah lain. Kalau Aceh identik dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari Topeng Betawi, maka Kota Kendari pun memiliki beberapa tarian tradisional yang khas dan pantas dibanggakan, seperti Tari Monotambe dan Lulo.
Tari Monotambe atau tari penjemputan misalnya merupakan tarian khas Suku Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event berskala besar untuk menjemput tamu besar. Misalnya saat pembukaan Festival Tekuk Kendari (Festek) yang kerap dihadiri beberapa tamu penting dari Jakarta dan daerahlain. Sebagai catatan Suku Tolaki merupakan penduduk asli Kota Kendari sebagaimana Suku Betawi di Kota Jakarta.
Tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
Sementar Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, dalam hal ini wisatawan.
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang saling menyambung. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari. Setiap tamu yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau menari ala Tari Lulo oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa.
Tari Lulo ini pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut, tari ini pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota dan wisatawan yang datang.
Nilai-nilai Kebudayaan masyarakat TOLAKI
ota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka) secara umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki. Dalam artikel ini saya akan membahas secara singkat tentang Kebudayaan masyarakat Tolaki.
Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Konawe yang berkedudukan di Unaaha pernah menerapkan perangkat pemerintahan yang dikenal dengan SIWOLE MBATOHU sekitar tahun 1602/1666 yaitu :
1) Tambo I ´Losoano Oleo
2) Tambo I´ Tepuliano Oleo
3) Bharata I´Hana;
4) Bharata I´ Moeri
Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan mereka terdapat satu simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka disebut: “KALO SARA” serta kebudayaan Tolaki ini yang lahir dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan dalam bermasyarakat.
Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur lainnya yang merupakan Filosofi
kehidupan yang menjadi pegangan , adapun filosofi kebudayaan masyarakat
tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain
sebagai berikut :
- Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan secara adat sebelum
dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa maupun
pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam
masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati
dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki
merupakan masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
- Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga,
dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap
masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan ,
pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan
sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk
setiap pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif,
inovatif dan terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi yang terdepan.
- Budaya Merou
(Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan budaya
untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling
hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi
kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai
berikut:
Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya :
Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain akan banyak sopan kepadanya.
Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”
Artinya :
Barang
siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan dibela
oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat maka
ia akan dikenakan sanksi / hukuman
Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya :
Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan kebaikan
- Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso”
(budaya bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat
tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik
itu berupa upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu .
- Budaya “taa ehe tinua-tuay”
(Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri sebagai orang tolaki),
budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu” (budaya malu) namun
ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat sifat
mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki .
Mudah-mudahan
dari sekian banyak nilai-nilai budaya masyarakat Tolaki yang ada, apa
yang saya berikan pada artikel ini bisa lebih membuka mata dan memberi sedikit gambaran tentang kebudayaan Masyarakat Tolaki.
Khasanah kehidupan masyarakat di
Kota Kendari Khususnya dan Sulawesi Tenggara Umumnya bukan hanya
dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur suku bangsa Tolaki tetapi juga oleh
masyarakat suku lainnya yang berada di “bumi anoa”, kesemuanya menjadi
daya perekat dalam kehidupan bemasyarakat di daerah ini .kerukunan antar
ummat beragama juga memberi warna tersendiri ditengah- tengah kepercayaan dan keyakinan untuk menyerahkan diri kepada Tuhannya masing-masing.
http://hendrasilondae.wordpress.com/tag/budaya-suku-tolaki/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar